2013-05-27 00:00:00
Kemendagri Terbitkan Pedoman Akta Kelahiran
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan surat edaran untuk menindaklanjuti pelaksanaan putusan MK yang menghapus wewenang pengadilan mengeluarkan penetapan akta kelahiran. Surat Edaran bernomor 472.11/2304/SJ tertanggal 6 Mei 2013 itu ditujukan kepada para bupati atau walikota seluruh Indonesia.
“Mendagri mengingatkan kepada bupati/walikota bahwa Pasal 32 ayat (2) UU Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek di Kantornya, Selasa (21/5). Dengan begitu, secara otomatis Surat Edaran No. 472.11/3647/SJ Tahun 2012 tentang Penetapan Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu Satu Tahun Secara Kolektif, dinyatakan tak berlaku.
Reydonnyzar mengatakan dalam surat itu Mendagri memberikan arahan kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) melalui bupati/walikota. Yaitu agar segera menyesuaikan tata cara, persyaratan pelayanan pencatatan kelahiran, dan penerbitan kutipan akta yang pelaporannya melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran.
“Sejak 1 Mei, pelaporan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 tahun, pencatatannya tidak perlu lagi melalui penetapan pengadilan negeri. Tetapi, langsung diproses Dinas Dukcapil kabupaten/kota,” katanya.
Donny -begitu ia disapa- melanjutkan pelaporan kelahiran yang melampaui batas 60 hari sejak kelahiran, pencatatan kelahirannya dilaksanakan setelah mendapat keputusan Kepala Dinas Dukcapil. Juga dilengkapi dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Perpres No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
“Seperti, adanya surat keterangan lahir dari rumah sakit atau bidan, akta nikah untuk dapat dicatat dan diterbitkan kutipan akta kelahiran,” kata Donny.
Terkait teknis prosedur pengurusannya, kata Donny, bisa saja masing-masing daerah menerbitkan aturan tersendiri melalui peraturan daerah (perda). Tetapi, menurutnya tanpa melalui perda pun surat edaran ini sudah bisa dilaksanakan sebagai pedoman.
Lebih lanjut Donny mengingatkan agar Kepala Dinas Dukcapil berhati-hati saat memverifikasi dokumen pendukung keabsahan dan status hukum anak karena menyangkut implikasi hak-hak keperdataan mereka. “Ini butuh keyakinan yang memadai karena menyangkut status anak dari perkawinan yang sah, anak luar kawin, anak temuan, tetapi mereka tetap diberikan akta kelahiran,” tegasnya.
Sebelum putusan MK, ada tiga kategori pencatatan kelahiran anak. Pertama, pencatatan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak peristiwa kelahiran. Kedua, adalah pelaporan kelahiran dalam jangka waktu 60 hari hingga satu tahun sejak tanggal kelahiran dilakukan atas persetujuan kepala instansi pelaksana setempat. Dan ketiga adalah pelaporan kelahiran yang melewati satu tahun sejak tanggal kelahiran dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
Namun kategori tersebut berubah sejak ada putusan MK. Yaitu pencatatan kelahiran dilakukan paling lambat 60 hari. Sedangkan mereka yang terlambat dari jangka waktu tersebut harus mendapatkan keputusan terlebih dulu dari Kepala Instansi Pelaksana untuk mencatatkan kelahiran.
Mahkamah Agung sendiri menindaklanjuti putusan MK dengan diterbitkannya surat edaran No 1 Tahun 2013.
Dalam surat yang diterbitkan pada 1 Mei 2013 itu, MA menegaskan bahwa sejak surat diterbitkan, pengadilan tak lagi berwenang mengeluarkan penetapan akta kelahiran. Dengan demikian surat edaran tersebut sekaligus mencabut surat edaran No 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu Satu tahun Secara Kolektif.
Namun begitu MA berharap agar pengadilan segera menyelesaikan penetapan atas permohonan yang sudah teregister. “Supaya masyarakat bisa memperoleh haknya,” tutup Ketua MA Hatta Ali dalam surat tersebut.
sumber: (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt519b41e0dbbee/kemendagri-terbitkan-pedoman-akta-kelahiran)