Yogyakarta (Antara Jogja) - Aturan perjalanan dinas baru berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2013 yang mendasarkan pada sistem "at cost" dinilai DPRD Kota Yogyakarta masih memiliki banyak kelemahan.
"Masih banyak sarana dan prasarana yang belum mendukung, seperti nota dari moda transportasi umum, misalnya taxi. Belum semua taxi bisa memberikan `bill` argo yang dikeluarkan," kata Ketua Komisi A DPRD Kota Yogyakarta Chang Wendryanto di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, kekurangan sarana dan prasarana pendukung tersebut akan menyulitkan dalam memberikan bukti banyaknya pengeluaran dana yang telah dilakukan, padahal seluruh biaya perjalanan dinas didasarkan pada besarnya dana yang sudah dikeluarkan.
"Tidak adanya nota resmi dari alat transportasi umum tersebut justru membuka peluang adanya korupsi biaya perjalanan. Ini yang harus dipikirkan," katanya.
Selain itu, lanjut dia, aturan perjalanan dinas untuk anggota DPRD juga masih belum terlalu jelas karena anggota dewan tingkat kota/kabupaten bukan merupakan pejabat publik.
"Subjek kami sebagai anggota dewan dalam peraturan itu tidak jelas. Saat kami melakukan audiensi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri beberapa waktu lalu, banyak DPRD kota dan kabupaten lain yang juga menanyakan hal yang sama," katanya.
Selain itu, kata Chang, proses sosialisasi yang dilakukan kementerian juga kurang padahal aturan itu langsung dinyatakan berlaku. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2013 tersebut berlaku sejak 23 Januari.
"Kami sudah mencari di berbagai laman. Tetapi, tidak ada yang mengunggah aturan itu. Kami baru memperolehnya setelah satu bulan sejak diundangkan," katanya.
Akibatnya, Chang mengaku harus mengembalikan biaya perjalanan dinas sekitar Rp1,25 juta karena komisi yang dipimpinnya melakukan perjalanan dinas dengan menganut aturan lama saat aturan baru itu berlaku.
Meskipun demikian, Chang menegaskan bahwa DPRD Kota Yogyakarta akan tetap melaksanakan aturan tersebut meskipun masih banyak kekurangannya.
Sementara itu, Sekretaris DPRD Kota Yogyakarta Bejo Suwarno mengatakan, tidak ada perubahan signifikan dalam besaran anggaran yang dikeluarkan dengan sistem perhitungan "at cost" dibanding sistem perhitungan "lumpsum".
"Semangat penggunaan perhitungan dengan sistem `at cost` adalah pada penghematan anggaran, tetapi sebenarnya tidak ada perbedaan yang signifikan dibanding perhitungan `lumpsum` sesuai aturan lama," katanya.
Sejak awal tahun, sudah ada beberapa perjalanan dinas yang dilakukan anggota dewan yaitu Komisi A, B, C dan D, serta Badan Kehormatan, Badan Legislasi, dan bimtek anggota.
"Ada dua komisi yang perlu mengembalikan uang perjalanan dinas karena masih mengacu aturan lama. Saat itu, aturan baru sudah ada namun kami belum menerimanya," katanya.
("Masih banyak sarana dan prasarana yang belum mendukung, seperti nota dari moda transportasi umum, misalnya taxi. Belum semua taxi bisa memberikan `bill` argo yang dikeluarkan," kata Ketua Komisi A DPRD Kota Yogyakarta Chang Wendryanto di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, kekurangan sarana dan prasarana pendukung tersebut akan menyulitkan dalam memberikan bukti banyaknya pengeluaran dana yang telah dilakukan, padahal seluruh biaya perjalanan dinas didasarkan pada besarnya dana yang sudah dikeluarkan.
"Tidak adanya nota resmi dari alat transportasi umum tersebut justru membuka peluang adanya korupsi biaya perjalanan. Ini yang harus dipikirkan," katanya.
Selain itu, lanjut dia, aturan perjalanan dinas untuk anggota DPRD juga masih belum terlalu jelas karena anggota dewan tingkat kota/kabupaten bukan merupakan pejabat publik.
"Subjek kami sebagai anggota dewan dalam peraturan itu tidak jelas. Saat kami melakukan audiensi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri beberapa waktu lalu, banyak DPRD kota dan kabupaten lain yang juga menanyakan hal yang sama," katanya.
Selain itu, kata Chang, proses sosialisasi yang dilakukan kementerian juga kurang padahal aturan itu langsung dinyatakan berlaku. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2013 tersebut berlaku sejak 23 Januari.
"Kami sudah mencari di berbagai laman. Tetapi, tidak ada yang mengunggah aturan itu. Kami baru memperolehnya setelah satu bulan sejak diundangkan," katanya.
Akibatnya, Chang mengaku harus mengembalikan biaya perjalanan dinas sekitar Rp1,25 juta karena komisi yang dipimpinnya melakukan perjalanan dinas dengan menganut aturan lama saat aturan baru itu berlaku.
Meskipun demikian, Chang menegaskan bahwa DPRD Kota Yogyakarta akan tetap melaksanakan aturan tersebut meskipun masih banyak kekurangannya.
Sementara itu, Sekretaris DPRD Kota Yogyakarta Bejo Suwarno mengatakan, tidak ada perubahan signifikan dalam besaran anggaran yang dikeluarkan dengan sistem perhitungan "at cost" dibanding sistem perhitungan "lumpsum".
"Semangat penggunaan perhitungan dengan sistem `at cost` adalahpada penghematan anggaran, tetapi sebenarnya tidak ada perbedaan yang signifikan dibanding perhitungan `lumpsum` sesuai aturan lama," katanya.
Sejak awal tahun, sudah ada beberapa perjalanan dinas yang dilakukan anggota dewan yaitu Komisi A, B, C dan D, serta Badan Kehormatan, Badan Legislasi, dan bimtek anggota.
"Ada dua komisi yang perlu mengembalikan uang perjalanan dinas karena masih mengacu aturan lama. Saat itu, aturan baru sudah ada namun kami belum menerimanya," katanya.
(E013)
Oleh Eka Arifa Rusqiyati
Sumber (http://jogja.antaranews.com/berita/309859/aturan-perjalanan-dinas-baru-dinilai-banyak-kelemahan